Ketika saya berada dalam bus damri dua hari yang
lalu, naiklah pedagang koran ke dalam bus seraya berteriak menawarkan dagangannya “BBM
akan naik ketika harga minyak dunia turun, ayo dibaca beritanya”, kata pedagang
itu. Meskipun teriakannya keras, tetapi lebih mirip teriakan akan kepasrahan.
Sore tadi saya membeli bakso Pak Udin
(bukan nama sebenarnya) langganan saya. saat itu di dalam warung kecilnya,
terlihat televisi yang sedang menayangkan berita mahasiswa berdemo, menentang
kenaikan harga BBM. Pak Udin sesekali menatap layar sambil menyiapkan pesanan
saya. Biasanya Pak Udin mengajak saya ngobrol, karena selain langganannya, kami
sama-sama berasal dari tanah jawa. Tetapi hari ini beliau tampak diam.
Ah, hari ini semuanya tampak kelabu. Langit
yang mendung menambah keruh suasana hati jutaan penduduk ibu pertiwi yang menatap
kosong akan hari esok, dimana beban di pundak akan semakin berat. Keadaan
semakin terlihat menyedihkan ketika masih banyak pembela penguasa yang mengatakan
hal-hal yang mengiris hati.
"Apalah arti dua ribu?" Kata Pembela Penguasa,
mengejek.
Gais...Dua ribu bagi mereka tidak hanya kenaikan
untuk menjalankan kuda besi dan mobil mewah. Dua ribu itu berarti kenaikan
harga seluruh bahan makanan pokok, kenaikan sumber-sumber bahan usaha mereka,
kenaikan sumber kehidupan mereka dalam mencari makan.
Apakah harus disebutkan nelayan-nelayan
yang tidak dapat melaut karena tidak bisa membeli solar? Apakah harus dikatakan banyak
petani yang termenung melihat sawahnya kesulitan irigasi karena tidak ada
minyak yang menjalankan mesin-mesinnya? Apakah harus dijelaskan semua roda
ekonomi membutuhkan alat transportasi untuk distribusi? Bagaimana dengan sopir angkot?
Ojek? Bus? Dimana benda-benda besi itu menjadi sumber penghidupan mereka.
Bukankah penghasilan yang sedikit itu
sudah mencekik leher mereka? Tetapi, penguasa itu bukan pembawa kesejahteraan,
mereka hanya membunuh, secara perlahan.
Pembela penguasa berujar “naik
dua ribu saja repot, padahal bisa membeli rokok seharga sekian, pulsa harga
sekian”
Astaga, ironis, Siapa yang membeli
rokok? Pulsa? Mereka hanya sebagian kecil dari rakyat Indonesia, kenapa
digeneralisir? Bukankah jumlah penduduk miskin di bumi pertiwi ini mencapai
jutaan, yang hanya untuk makan saja mereka tidak mampu.
Mungkinkah kalian melupakan keberadaannya?
Karena kalian hanya berkutat dengan internet, yang kalian lihat hanyalah tokoh yang bermewah-mewah dunia maya. Bagaimana mungkin orang-orang itu akan muncul
di dunia maya kalian, tahu kecanggihan google saja belum tentu. Ah, yang mereka
pikirkan hanyalah bertahan hidup.
“Ini
untuk rakyat, agar mereka tidak malas dan dapat berinovasi”
Malas? Mari
kita tanya, apakah pedagang nasi yang bangun setiap pukul dua dini hari dan
bekerja sepanjang hari malas? Apakah sopir angkot yang keliling mencari
penumpang selama hampir 24 jam malas? Apakah penjaja koran yang tanpa lelah
berteriak menjual korannya bisa disebut malas? Ya Tuhan, mereka harus bekerja
seperti apa agar kalian tidak menyebutnya malas?
Bukankah tuan-tuan penguasa malah yang
pantas sekali disebut pemalas, malas menggunakan diplomasi energinya untuk mempertahankan
kestabilan harga.
Soal inovasi, bukankah sudah banyak
inovasi anak bangsa? Tetapi kenyataanya dukungan penguasa tidak ada. kabar mobil Esemka itu bagaimana? mobil listrik? penemuan bahan bakar pengganti minyak oleh anak-anak SMA?
“sudahlah, itu mobil itu bukan urusan
penguasa kita lagi, yasudah makanya sekolah yang bener dong!”
Bagaimana mereka sekolah kalau untuk makan
saja tidak mampu? Bagaimana mereka bisa memiliki pendidikan yang baik ketika
dilahirkan oleh orang tua yang juga tidak berpendidikan dan tidak mampu
membiayai pendidikan formal? Siapa yang harusnya menyediakan pendidikan di
negeri ini? Mereka, untuk sekolah saja tidak mampu, bagaimana mengenyam
pendidikan di jenjang yang tinggi? Bahkan ironisnya, orang yang berpendidikan
tinggipun seringkali hanya berakhir dengan kepedihan hidup.
“kenaikan untuk mengalihkan ke subsidi
yang lebih baik”
Subsidi apa? Siapakah yang menikmati? Untuk
kartu-kartu sakti itu? Ah bahkan tidak jarang ada berita antrean rumah sakit
yang sampe menunggu 12 jam, bagaimana kalau pasien tersebut sudah meninggal?
Efektifkah kartu ajaib anda tuan? Anda penguasa atau penjual kartu jalanan?
Subsidi untuk pembangunan? Pembangunan
apa? Bukankah pembangunan tidak akan jalan tanpa adanya energi? Kala dinaikan
bukankah sama saja? Tuan-tuan hanya bisa mematikan ekonomi rakyat. Lalu sampai
kapan kami harus menunggu pembangunan selesai? Apakah pembangunan itu juga
untuk Papua? Sumatera? Kalimantan?
Pendidikan? astaga, dari dulu SD-SD dipelosok tidak direnovasi. Dana pendidikan hanya untuk dikorup, pendidikan gratis hanya bualan. Perguruan tinggi hanya menampung orang-orang yang mampu. Beasiswa bertebaran, tapi hanya sebagian kecil yang mendapatkan, hanya mereka yang benar-benar pintar. padahal pendidikan untuk semua bukan? apalah arti ijazah SMA sekarang kalau ijazah S1 saja banyak yang masih menganggur. apalah arti sekolah gratis kalau tidak bisa makan untuk hidup..
Pendidikan? astaga, dari dulu SD-SD dipelosok tidak direnovasi. Dana pendidikan hanya untuk dikorup, pendidikan gratis hanya bualan. Perguruan tinggi hanya menampung orang-orang yang mampu. Beasiswa bertebaran, tapi hanya sebagian kecil yang mendapatkan, hanya mereka yang benar-benar pintar. padahal pendidikan untuk semua bukan? apalah arti ijazah SMA sekarang kalau ijazah S1 saja banyak yang masih menganggur. apalah arti sekolah gratis kalau tidak bisa makan untuk hidup..
“Negara
Jepang saja tidak punya subsidi bbm, mesir malah mencabut seluuh subsidinya”
Negara mereka memberikan fasilitas yang
baik dalam bidang apapun. Bandingkanlah juga dengan Venezuela, bbm tidak ada 1000 rupiah. Apakah perbandingan itu adil? Tentu saja bumi pertiwi ini juga siap tanpa subsidi
apabila fasilitas transportasi publik diperbaiki, sektor-sektor lain juga
didukung. Naikkan juga pendapatan per kapita. Namun nyatanya apa, soksokan
bikin KRL saja tiba-tiba batal.
“Lalu mau ngapain? Demo? Ngritik di dunia
maya? Nggak akan mengubah apapun”
Kami beraksi karena kami peduli, karena kami ingin
menyampaikan bahwa masyarakat masih memiliki orang-orang yang membela mereka.
Tidak ada yang tahu, aksi yang dilakukan
bisa mengubah atau tidak, yang pasti tidak ada yang sia-sia. Orang-orang yang
melihat bisa saja terbuka, kemudian bergabung. Semakin banyak masyarakat yang
berpikiran sama, semakin banyak memiliki pengaruh.
Tulisan pun bisa mengubah jutaan kepala. Tidak
ada yang tahu siapa yang membaca tulisan ini. Tulisan dapat mempengaruhi
pola pikir manusia, dan pola pikir mempengaruhi tingkah laku. Masyarakat yang
memiliki tujuan bersama dan bersatu pasti akan lebih banyak “berpengaruh” dan “didengar”
tuan Penguasa.
Ingatlah tahun 1998, siapakah yang
menggulingkan rezim soeharto? Mahasiswa! Mahasiswa memiliki kuasa, masyarakat
memiliki kuasa.
Ah tetapi kalau memang keadaan bumi pertiwi tidak terpengaruh, setidaknya terdapat kontrol terhadap tuan-tuan penguasa. Malah sebenarnya yang paling menyedihkan adalah apabila suatu saat, karena terlalu capek, rakyat, mahasiswa, makin terdiam saja. Diam ketika BBM
naik, diam ketika menaikkan pajak, Diam ketika Indonesia dijual...
Semoga tidak, karena ketika semuanya sudah hancur, yang tersisa
hanyalah nyanyian penyesalan tiada usai.
Jatinangor, 18 September 2014
Bukan catatan yang runtut, dituliskan karena saya terlalu gusar dengan pemerintah negara ini.
BBM, Tolak Kenaikan BBM, BBM Naik, Salam Dua Ribu, 8500, 2014
BBM, Tolak Kenaikan BBM, BBM Naik, Salam Dua Ribu, 8500, 2014