-->
skip to main | skip to sidebar

Rumah maya

  • Home
  • About Rizuma
  • Contact me

catatan himawari

Diberdayakan oleh Blogger.

friends and following! ^^

Pengikut

Cari Blog Ini

Red Waterfall Pointer




Labels

  • BBM (1)
  • berbicara politik (1)
  • bunga matahari^^ (2)
  • jalan-jalan (1)
  • lyric (9)
  • Masterpiece (1)
  • nothing (6)
  • Resensi Buku (3)
  • Resensi Manga (1)
  • Sekadar Cerita^^ (16)
  • Sekadar info^^ (4)
  • stawberry ^^ (2)
  • tips-sukasuka (1)
  • 作文 (1)

Blog Archive

  • ►  2014 (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2013 (6)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2012 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (3)
  • ▼  2011 (19)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (3)
    • ▼  Agustus (5)
      • Waktu Aku Sama Mika
      • Sepasang Sepatu Petra
      • Sky Line Lyric
      • UI = Universitas Impian
      • katanya : aku sedang jatuh cinta!
    • ►  Juli (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  November (5)
    • ►  Maret (1)

feed-feed

Blogger Templates

Minggu, 28 Agustus 2011

Sepasang Sepatu Petra

iseng-iseng buka folder, eh, nemu cerpen yang aku buat beberapa tahun yang lalu^^
cerpennya masih konyol dan kekanak-kanakan. uhm, mungkin memang kusengaja buat anak-anak kali ya?

judulnya sepasang sepatu petra *karena aku sedang tergila-gila dengan nama itu saat bikin* :D

Check out!

Sepasang Sepatu Petra

            Sepatu merah marun itu memang bagus. Di bagian atasnya terdapat pita putih yang menghiasinya. Di bagian pinggirnya ada garis perak dan corak  berbentuk hati, menambah kagum bagi yang melihatnya. Petra sudah melirik sepatu itu sejak tiga hari yang lalu. Pasti cantik sekali kalau aku memakainya, sayang, hanya angan belaka pikir Petra dalam hati.
            Petra sudah meminta ayah membelikannya kemarin sore, saat mereka jalan-jalan dan melewati toko sepatu itu. Tapi sayang, ayah tak mengizinkannya. Ayah bilang sepatu-sepatu Petra masih bagus. Petra manatap sepatu itu lagi sebelum ia meneruskan perjalanannya kembali ke rumah
*  

            Hari ini Petra belajar lebih awal. PR yang diberikan Bu Nina terlalu banyak. Petra ingin segera menyelesaikannya.
            “Petra sayang, ayah punya hadiah untukmu” kata ayah sepulang dari kantor. Petra melirik ayahnya sekilas.
            “Apa yah?” Tanya Petra sambil melanjutkan kembali pekerjaan rumahnya. Ia tak begitu tertarik dengan hal itu.
            Ayahpun mengulurkan sepasang sepatu yang sudah menghiasi mimpi-mimpinya sejak tiga hari yang lalu. Ya, sepatu merah marun itu. Petra memekik kegirangan.
            “ini hadiah ayah karena Petra sudah menjadi anak yang baik” Kata ayah sambil mengacak-acak rambut putrinya. Petra tersenyum.
            “Ah, ini untukmu Dion, ayah hampir lupa” ayah mengulurkan sebuah bola basket untuk kakaknya, Dion, yang sejak tadi menatap iri pada Petra.
            “aku kira ayah lupa” kata Dion sambil mengelus-elus bola basketnya yang baru. Semuapun tertawa.
  

            “Wah, sepatumu bagus sekali Petra!” pekik teman-teman Petra sambil menatap kagum pada sepatu itu. Ya, pagi ini Petra untuk pertama kalinya memakai sepatu barunya ke sekolah.
            “tentu saja” Petra tersenyum bangga.
            “ini adalah sepatu paling bagus yang pernah kumiliki”lanjut Petra
            Teman-teman Petra hanya mengangguk setuju dan menatap sepatu Petra penuh minat.
            ”Petra, bolehkah aku mencoba memakainya? Aku hanya ingin merasakannya saja. Boleh kan?” Tanya  Nanda malu-malu.
            Petra menatap Nanda dari ujung kaki sampai atas. Penampilan Nanda memang agak lusuh. Hal itu sebenarnya bukan karena Nanda tidak merawat dirinya dengan baik, tapi  karena Nanda tidak membeli sepatu dan seragam sekolahnya seperti halnya teman-teman Petra yang lain saat pertama kali masuk SD Nusa Bangsa. Nanda memakai seragam dan sepatu peninggalan kakaknya yang sekarang duduk di kelas tiga SMP. Hal itu tentunya membuat penampilan Nanda agak kusam.
            ”ehm, begini Nanda, bukannya aku nggak mau minjemin, tapi aku takut saja sepatuku nanti kotor” kata Petra sambil melirik sepatu Nanda.
            ”kau tau kan aku sangat sayang sama sepatu ini” lanjut Petra.
            Nanda hanya menundukkan kepalanya.
            ”begitu ya” kata Nanda lirih.
            ”kalau aku Petra? Aku boleh kan memakainya sebentar? Nanti kalau cocok biar aku minta sepatu merah sama ibuku.” Kali ini Liza yang angkat bicara.
            Petra mengerutkan kening.
            ”Nggak boleh, pokoknya hanya Petra yang pakai titik!” Kata Petra agak ketus.
            ”Lagipula Liza, akau nggak mau kamu ikut-ikutan aku” kata Petra lagi sambil berlalu.
            Liza dan Nanda hanya terdiam sedih. Bukan karena tidak dipinjami sepatu itu, tapi karena perkataan-perkataan Petra yang menyakiti hati mereka.
  

Hari Minggu. Hari yang ditunggu-tunggu seluruh anak sekolah. Begitu juga dengan Petra. Ia akan melewatkan hari liburnya kali ini bersama bunda untuk berkunjung ke rumah neneknya yang ada di Jakarta Pusat. Sedang ayah dan Kak Dion sudah berangkat latihan basket sejak pukul tujuh tadi. Namun sebelum berangkat Petra kebingungan setengah mati. Sepatu merah marunnya hilang!
            ”Gimana Bunda.....Petra sayang sama sepatu itu....” Petra mulai terisak.
            Bunda juga kebingungan. Tadi saat subuh bunda masih melihat sepatu itu di rak. Sekarang......
            ”Sudah sayang, ikhlaskan saja. Semoga ada hikmahnya. Mungkin itu bukan rezeki untuk Petra. Ayo, sekarang kita berangkat. Sepatumu yang biru atau coklat masih ada kan?” Kata bunda akhirnya.
            Petra hanya diam. Padahal sepatu itu belum genap seminggu jadi milikku batin Petra sedih.
  

            Di dalam bis Petra tertidur pulas. Namun tiba-tiba ada sesuatu yang menendang-nendang kakinya. Petra menengok ke bawah. Terlihat sepasang sepatu merah marunnya berjingkat-jingkat tepat di dekat kakinya. Petra terperajat.
            ”apa Petra? Jangan kaget begitu. Kami sebenarnya kabur darimu” kata sepatu sebelah kiri.
            ”yup, mana ada yang mau dipakai orang sombong kayak kamu. Dosa tau!” kata sepatu sebelah kanan
            Petra pucat.
            ”Lalu kenapa kalian kembali menemuiku?” tanya Petra takut-takut.
            ”Hahahaha, kami hanya memperingatkanmu saja. Jangan-jangan ntar semua sepatumu kabur gara-gara kau sombong. Sudahlah, kau ini, seharusnya jangan berlagak seperti itu. Kasihan Nanda sama Liza tuh.... kamu nggak mikirin perasaan orang lain. Syukur deh, rezekimu diambil lagi sama Allah.” jelas sepatu sebelah kiri.
            Deg!
            Petra terbangun. Cuma mimpi batinnya. Mungkinkah ini peringatan Allah? Tanya Petra dalam hati. Petra menengok ke bawah. Tak ada apapun kecuali ranselnya. Aku harus minta maaf ke Liza dan Nanda janji Petra.
            Setelah ke rumah nenek, betapa terkejutnya Petra ketika di rumah sudah ada sepatu merah marunnya. Bagaimana bisa? Tanya Petra dalam hati. Namun Petra tak ambil pusing. Dielusnya sepatu itu sambil berbisik pelan
” maafkan aku sepatuku, aku janji tak akan begitu lagi”
            Di halaman belakang, Dion sedang bermain basket bersama ayah.
            ”Ayo ayah, pokoknya kali ini harus main sepuasnya, masak tadi pagi aku jadi penonton doang????” kata Dion sambil mendrible bola.
            ”Hahahaha siapa suruh salah ambil sepatu! Makannya kalau ngambil sepatu sebelum dimasukin ke tas diliat dulu. Ntar gantian ketuker sama sepatu hak tinggi bunda tambah gawat!” kata ayah sambil tertawa renyah.
            Jadi, teman-teman tau kan, sebenarnya sepatu Petra hilang ke mana?
             
  

Diposting oleh rizum! di 8/28/2011 02:27:00 AM
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Masterpiece
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
 

Daisypath Graduation tickers

Daisypath Graduation tickers
Powered By Blogger